Sabtu, 19 Desember 2015

Logika


logika

Judul : Logika
Penulis : Mundiri
Tahun : 2014
Penerbit : Rajawali Press

15 Desember 2015 - Logika. Apa yang terlintas pertama kali dalam pikiran kita tentang logika?

Buku ini menguraikan secara padat tentang logika sebagai ilmu yang mempelajai metode dan hukum yang membedakan penalaran yang benar dan yang salah. Berbeda dengan psikologi yang mempelajari cara seseorang berpikir, logika ditekankan pada masalah benar dan salahnya suatu argumen yang nantinya menjadi teori-teori dalam ilmu pengetahuan.

Logika bukan lahir sebagai ilmu dari seorang Aristoteles, tetapi jasa dari tulisannya yang memberikan andil dalam lahirnya ilmu logika sebagai logika tradisional yang dikembangkan oleh Theoprotus dan kaum sofis.

Pada abad II hijriah masuk ke dunia arab dan menarik minat kaum muslimin. Dalam Bahasa arab logika adalah Mantiq yang diterjemahkan sebagai kata berucap. Filsuf Al-Kindi mempelajari logika yang dibawa oleh orang-orang yunani secara khusus, dan dipelajari lebih mendalam oleh Al-Farabi. Al-Farabi melakukan penyelidikan medalam atas atas lafal dan menguji kaidah-kaidah Mantiq dalam proposisi kehidupan sehari hari untuk membuktikan benar salahnya, hal ini bukan merupakan suatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Seiring dengan perkembangannya logika ikut bertanggungjawab dengan lahirnya kaum-kaum atheis, kenapa? 

Logika, kita membicarakan sesutau yang “gaib”, sesuatu yang tidak pernah kita lihat tapi ada, alam berpikir. Manusia bukanlah wujud spiritual murni karena terdiri dari wujud jasmani dan rohani. Manusia perlu wahana untuk menangkap pikiran seseorang dengan ucapan, isyarat dan atau tulisan. Dalam aktivitas berpikir kita selalu membanding, menganalisis dan menghubungkanberbagai proposisi yang kita dapatkan.

Kemampuan berlogika’naturalis’ merupakan bawaan manusia. Bagaimanapun rendahnya kecerdasan seseorang akan dapat menentukan benar dan salahnya sesuatu menurut alam berpikirnya. Kemampuan logika naturalis manusia tergantung dengan pengetahuan yang dimiliki. 

Kebenaran dalam arti sebenarnya adalah sesuatu yang dipikirkan sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak adanya pertentangan secara hukum dan teori. Oleh sebab itu logika sangat penting dalam segala pengambilan keputusan. Logika membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Dalam segala aktifitas berpikir, manusia mendasarkan diri pada prinsip ini. Logika melepaskan manusia dari prasangka, emosi, dan keyakinan (1). Pada akhirnya logika mendidik manusia bersikap objektif, tegas, dan berani, sifat yang dibutuhkan manusia dalam segala situasi.

Sebagai catatan, perasaan dan logika sama-sama diolah dalam otak, bukan dalam “hati” (liver) yang kita kenal selama ini sebagai alat mengolah perasaan, bedanya adalah cara mengolahnya.

Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam logika agar tidak terjadi kesalahan dalam bepikir antara lain: tentang pemakaian kata, definisi, klasifikasi, proposisi, oposisi, silogisme, generalisasi, analogi, kausalitas, penjelasan, teori, dan probabilitas. 

Berikut contoh dari logika:

(dilemma, bagian dari silogisme) 

Bila dikatakan Sokrates sudah mati, maka ia mati dalam keadaan hidup, atau dia dalam keadaan mati. Tetapi tidak mungkin dia mati dalam keadan hidup karena memang dia masih hidup, dan hidup bukanlah mati. Tetapi dia mati tidak dalam keadaan mati karena tidak mungkn seseorang mati dua kali. Jadi Sokrates bukan sudah mati. Bingung? ☺

Dalam sebuah teori, bahkan pada hukum alam, pada mulanya dibentuk oleh suatu generalisasi empiric. Thales, seorang filsuf yang dapat meramalkan terjadinya gerhana melalui generalisasi empiric baru dapat dibuktikan kebenarannya setelah 2000 tahun kemudian.

Logika yang merupakan bagian dari bidang ilmu filsafat memang sangat peting dan sangat berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan, dimana ketika seseorang yang memiliki kecerdasan yang tinggi akan memiliki “tingkat kebenaran” dalam berlogika yang tinggi pula. Berdasarkan pernyataan (1) keyakinan dan logika harus dipisahkan karena apa yang kta yakini belum tentu benar, right? Dalam buku ini dicontohkan “Tuhan dapat memasukkan benda dengan volume 50 cm3 ke dalam benda bervolume 10 cm3” ini merupakan pertentangan dalam logika. Seseorang pernah mengatakan kepada saya bahwa “apa yang kita yakini adalah apa yang kita tidak ketahui, bila sudah kita ketahui, maka itu bukan bentuk dari keyakinan, tetapi sebuah kebenaran (fakta)”

Maka dari itu, ketika logika (Matiq) dipelajari secara luas oleh kalangan kaum muslimin menimbulkan beberapa pedapat dalam hubungannya dengan agama. Ibnu salih dan imam nawawi menghukumi haram mempelajari Matiq hingga mendalam, sedangkan Al-Gazali menganjurkan dan menganggap baik, dan Juhmur Ulama memperbolehkan bagi orang-orang yang cukup akalnya dan kokoh imannya.

Jadi? Semoga dapat diambil pelajaran.

Banyak sekali yang bisa dipelajari dari alam gaib yang bernama pikiran dalam buku ini.

Bila ingin mempelajari lebih lanjut silahkan baca bukunya. ☺

Khairisa IM_1

Terima Kasih Telah Mengunjungi Blog Indonesi Membaca. 

0 komentar: